Kamis, 24 Mei 2012

Tombol Undo

Bang Pipisan Dewa tadi pagi salah format. Maksud hati memformat flashdisk, eh yang diformat hardisk. *Mengheningkan cipta. Mulai.*

Waktu itu, Neng Pipisan Dewi sedang cuci-cuci di dapur. Kebetulan yang dicuci saat itu adalah berang. Itu tuh, pisau gede yang biasa dipakai koki-koki Chinese food. (Bukan berarti si Neng bisa masak Chinese food ya.)

Ternyata nama bekennya: meat cleaver (whatever that means)
Gambar nyomot dari sini. Ngga perlu diklik. Itu cuma berita aneh soal pria telanjang yang menyerang kakek-kakek umur 60 tahun menggunakan pisau ini. Amerika memang absurd.



Saat itu tiba-tiba terpikir, seandainya waktu mencuci berang lalu tidak sengaja jempol si Neng terpotong, gaswat ya. Ini sesuatu yang tidak ada tombol undo-nya. Sama seperti hardisk yang terformat. Tidak ada tombol undo-nya.

Banyak kejadian dalam hidup ini tidak ada tombol undo-nya. Seperti signage toilet salah satu Polda di kota besar ini. Sekarang sih sudah tidak ada, sudah diganti dengan signage yang lebih sopan dan wajar. Tapi efek kesan yang sudah diberikan signage itu pada orang yang melihatnya apa bisa di-undo? Sudah terlanjur terekam di alam bawah sadar bahwa perempuan dilecehkan itu biasa, bahkan di instansi yang seharusnya mengayomi dan menjaga masyarakat.

Foto dikirim oleh @herman6x
Go follow him at twitter.


Oh, mungkin saya berpikir terlalu jauh.

Anyway, karena juga susah mencari tombol undo untuk kesehatan yang terganggu karena sering lupa pipis, maka:

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi 


Minggu, 08 April 2012

Pipisi Gitarmu

Karena ada ponakan yang mau ulang tahun umur setahun dengan tema Nutcracker, yang pertama muncul di pikiran saya adalah lagu Waltz of the Flower dari balet the Nutcracker.

Lagu ini cukup fenomenal *halahhh* dalam hidup saya. Kami pertama kali bertemu waktu saya masih kecil, saat saya iseng mencari-cari lagu piano untuk main-main saat senggang. Waltz of the Flower yang aslinya orkestra lengkap menyamar dalam bentuk lagu piano yang super disederhanakan. Tapi Neng Pipisan Dewi kecil terkejut. Dan kagum. Lagu ini manis sekali. Whimsical and quirky. Dan chord-nya tidak pernah Neng temui sebelumnya: (maklum, waktu kecil belajarnya lagu-lagu klasik sederhana yang chord-nya paling-paling cuma I, IV, V).

Belakangan setelah agak besar, saya baru mengerti ini karangan Piotr Ilych Tchaikovsky, om-om Rusia yang hidup akhir 1800-an. Om Tchaikovsky ini luar biasa besar pengaruh musiknya sampai sekarang loh. Paling terasa di soundtrack film-film, seperti misalnya Harry Potter. Masih ingat lagu-lagu di Harry Potter yang penuh orkestra? Nah itu pengaruh dari Om Tchaikovsky. I love you so much, Om!

Om-om Rusia yang berjenggot ini banyak menulis komposisi orkestra untuk balet. Paling terkenal mungkin The Swan Lake dan The Nutcracker. Yuk, kita nikmati adegan Waltz of the Flower dari The Nutcracker ini:



Kalau belum puas, search aja adegan lain yang judul musiknya Dance of the Sugar Plum Fairy. Terasa seperti di dunia fantasi. Sungguh.

Masih soal musik, ada yang sudah punya ini? Main gitar dengan pipismu. Harus cowok tapi nih. Supaya bisa terarah pipisnya.

Informasi dan cara main lengkap bisa lihat di sini
Ada-ada saja.

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi

Rabu, 04 April 2012

Pipis di Semak Belukar

Beberapa tahun yang lalu seorang teman memberi saya buku Walden karya Henry David Thoreau (tokoh Transendentalisme dari Amerika), tulisan tahun 1850-an gitu deh. Di buku itu Om Thoreau menceritakan eksperimennya hidup di alam selama dua tahun, berusaha hidup sederhana dan dekat dengan alam untuk lebih mengerti masyarakat. 

Saya ngga ngerti filosofinya Om Thoreau sih :D Tapi buku itu asik dan membuat saya ingin mencoba juga hidup di alam liar.

Ternyata bukan cuma saya yang terpengaruh oleh Om Thoreau. Tahun 1990-an Christopher McCandless mencoba hidup di alam liar Alaska juga (dan di filmnya, Into The Wild, nak Christopher ditunjukkan punya buku Walden ini). 

Nonton film itu deh. Wajib! Keren sekali hidup di alam! 

Tapi di akhir film (no spoiler here, you've gotta watch it yourself), saya memutuskan kenyamanan hidup terlalu berharga untuk ditukar dengan kebebasan alam. Apalagi membayangkan di alam itu pipisnya susah dan penuh paparazzi! Coba lihat: 

Temannya Bang Pipisan Dewa
Di tengah padang pasir Dubai
New Year's Eve 2009 alias 31 Des 2009


Hidup di alam bebas memang cocoknya dua hari satu malam aja. Rindu terhadap toilet rumah tidak tertahankan kalo lebih lama dari itu!

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi

Senin, 02 April 2012

Cek Kamar Mandi Dulu Ya

Siapa di sini yang seperti saya? Jika ke hotel/hostel/losmen untuk menginap yang dicek pertama kali adalah kamar mandinya?

Pasti banyak orang seperti saya. Kamar mandi bersih, bagus, wangi, hati pun lega. Kenapa begini? Karena momen-momen pipis itu momen yang sangat penting. Bahasa kerennya crucial gitu. Momen pipis itu jadi tidak indah jika terganggu kamar mandi yang kotor, jelek, kusam, ataupun berbau tak sedap.

Begitu pula dengan Bang Pipisan Dewa. Sewaktu tiba di apartemen barunya, hal pertama yang harus dicek adalah kamar mandi. Bersih, wangi. Meskipun tidak terlalu lega. Oke, kita ambil apartemen ini!

Oktober 2009. Al Waleed Apartment. Daerah Al Barsha, Dubai.

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi

Sabtu, 31 Maret 2012

Pipis di Salah Satu Negara Terkaya di Dunia


Dalam bukunya, The Geography of Bliss: One Grump's Search for the Happiest Place in the World (panjang amat judulnya), Eric Winer mampir ke Doha, ibukota Qatar. Kata dia di buku itu sih Doha itu surreal. Pejamkan mata sebentar. Bayangkan hidup di tempat yang sangat nyaman. Mercedes di sana-sini, air conditioner di mana-mini. Mal yang nyaman, dingin, sejuk, wajah bule dan arab yang ganteng dan cantik berseliweran (eh iya kan, kita merasa inferior kan? Merasa kulit putih, hidung mancung, mata warna-warni itu lebih oke kan? No wonder krim pemutih dan softlens warna-warni laris manis tanjung kimpul ya). Anyway.

Tapi jangan di udara terbuka lama-lama. Panas, berdebu, 40-50 derajat Celcius, hati-hati kena heat stroke.

Om Eric Winer pake istilah "gaseous." Qatar dibangun di atas gas bumi, yang bikin mereka kaya-raya. Tapi Qatar itu dibangun terlalu cepat, tanpa sejarah yang panjang, tanpa budaya yang kuat, seakan seperti gas, tidak menjejakkan kaki di bumi.

Duh, daripada saya seakan seperti copy paste tulisannya Om Eric, baca di sini ya (pendek kok, saya janji). Eh? Malas baca? Gratisan loh ini. Barang gratisan memang jarang dihargai ya. Kecuali makanan gratis sih.

Dan blog ini belum lupa tujuannya meskipun di beberapa paragraf di atas Neng Pipisan Dewi meracau.


Bang Pipisan Dewa, Doha International Airport, 11 Okt 2009
Bag - made in Bali
T-shirt - 21Men by Forever21
Military pants - ngga ingat beli di mana, murahan pokoknya

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi

Selamat Datang di Blog Pipisan Dewa!

Hai!

Blog ini akan berisi foto-foto dan kadang cerita-cerita soal pipis di mana saja. Sayang sekali kan, kalo salah satu momen terpenting dalam keseharian kita yaitu pipis (dibutuhkan, melegakan, dan menyehatkan) tidak diabadikan.

Foto ini diambil tahun 2009, saat Bang Pipisan Dewa sudah tidak dapat menahan hasrat dan terpaksa lari ke toilet umum di Dubai Metro Station (lupa persisnya setopan yang mana). Ternyata toiletnya bersih dan wangi. Seharusnya toilet memang begini. Kan pipisnya jadi menyenangkan.

Bang Pipisan Dewa, Dubai Metro Station, 7 Nov 2009
Bag - made in Bali, Shoes - Reebok
T-shirt, Jeans, Jacket - ngga branded

Kok pake nulis merk outfit segala? Maklum, admin blog ini cewek yang ngga kesampean bikin fashion blog sendiri. Akhirnya pelampiasan di sini deh. 

Jangan lupa pipis,
Neng Pipisan Dewi